~* Black Winged Angel *~

Vali dan Narvi

About Me

Foto saya
Seorang cewek yang baru menyadari kalo dirinya adalah seorang Fujoshi tingkat medium,Pecinta doujin Shonen ai & Yaoi (dengan beberapa pengecualian) tapi hanya yang gambarnya bikin...aw~, punya impian memiliki serigala, punya sayap(hiks!),mengendalikan api(HUAA!!pengen BGT!!). Saat ini sedang mencoba membaca doujin Final Fantasy 7...tapi masih menolak versi Hardcore or Lemon. Cih, gara-gara seorang doujinka dengan pen-name KIKI (sialan!) yang telah menularkan dengan gambar Cloudnya yang... ugh, mimisan gue... *nyari tisu*
Kamis, 10 Juni 2010

Dapet picture mantaab!!


Huaaaa....... CLOUD ku yang cakep-imut-polos-keren itu.....
KEREN BANGEEETT!!!! UKYAAAAA~~~~~!!!!!! *loncat loncat*

gue ga tau siapa yang di bawah Cloud itu... TAPI KEREEEN!!! walau ga bisa mengalahkan Cloudku...


Trus...



Oh, Jerk! Bajingan keparat kau, Noctis! Sudah membuatku bingung memilih antara KAU dan CLOUD!!
GYAAAAA~~~!!! TIDAAKKK~~~!!!

Dua blok gudang sudah kulewati, ketika aku mendengar geraman kasar di belakangku. Lagi. Aku hampir mengerang saking kesalnya. Sudah bisa kupastikan, itu mereka. Lagi. Dan benar saja, saat aku menoleh, mereka semua berkumpul membentuk satu baris melengkung ke arahku. Ditambah serigala-serigala raksasa yang berlari membentuk formasi; berusaha mengepungku dari berbagai arah.
Dua serigala paling depan sudah hampir mendapatkanku, ketika tanpa diduga aku melompati pagar pembatas jalan -pagar pertama yang kutemui- dan langsung terjun ke air. Tepat 3 meter di atas air, aku mengaitkan tanganku pada palang kayu melintang yang ada di bawah jalan. Aku terayun turun tepat ke bawah jalan pelabuhan, ke jalan tanah tersembunyi jika dilihat dari atas.
Fiuh.... Aku beruntung mengenal seluruh pelabuhan. Mulai dari jalan lebarnya yang sesak oleh kendaraan, sampai jalan-jalan tersembunyi yang dibuat tanpa sengaja. Bahkan aku hapal di luar kepala semua rute jalan pintas, isi tiap gudang penyimpanan di seluruh blok sampai denahnya, bahkan jadwal tiap gudang itu bongkar-muat. Ini tidak lain dan tidak bukan karena hasil “perbuatan” Dad padaku. Dad bilang aku punya ingatan yang kuat dan tidak mudah hilang. Karena itulah Dad mengajariku banyak hal. Benar-benar “banyak hal”.
Saat umurku 8 tahun, Dad selalu mengajakku ke pelabuhan, hanya untuk menyelinap ke gudang dan menghapalkan rute-rute baru yang kami temui. Tak jarang kami selalu dimarahi Mama karena pulang sore dengan badan kotor berlepotan pasir dan debu. Dan seringkali kami pulang “tanda mata” baru di tubuh masing-masing. Tapi berkat pengalaman itu, sejak umur 10 tahun aku sudah hapal denah dan seluk beluk pelabuhan secara 3 dimensi.
Setahun kemudian, Dad mulai menurunkan bakat beladirinya padaku. Mulai dari beladiri Jepang, beladiri Cina, sampai gulat. Bahkan panahan dan menembak. Mama benar-benar murka pada Dad waktu tahu aku diajari cara menembak dan memanah. Padahal aku dan Dad sudah sepakat untuk merahasiakan hal itu dari Mama. Tapi ternyata Mama memang tidak bisa dibohongi. Ia mulai curiga saat melihat jari-jari tanganku penuh luka gores sebhabis berlatih panahan. Dan akhirnya setelah “penyelidikan” singkat yang dilakukan Mama, rahasia yang kami jaga terbongkar. Hasilnya, Mama tidak memperdulikan Dad selama seminggu penuh. Kalau aku tidak membujuk Mama –keahlian merayu dan Lamunanku buyar saat instingku merasakan kehadiran seseorang. Bulu kudukku mulai meremang. Apakah mereka berhasil mengejarku sampai sini? Aku menoleh ke belakang. Tidak ada apa-apa, mereka tidak terlihat. Tapi aku bisa mendengar samar-samar lolongan serigala di belakangku. Aku berbelok ke kanan memasuki blok gudang penyimpanan beras saat merasakan sesuatu ikut bergerak di sampingku. Aku berhenti berlari, dan menoleh. Saat itulah aku melihat warna hitam kebiruan itu. Warna itu membuatku terpana sesaat, sebelum aku sadar itu adalah warna rambut seorang cowok. Aku sudah siap berbalik untuk kabur menjauhinya, tapi sepasang lengannya membelit tubuhku dan menarikku ke belakang. Kami masuk ke celah sempit di antara gedung penyimpanan yang berisi kotak-kotak kayu.
Aku sudah siap melancarkan serangkaian jurus karate padanya saat aku mendengar suara langkah kaki dan geraman itu lagi yang semakin mendekat.aku terkesiap pelan saat tangannya membekap mulutku, terkejut akan suhu tubuhnya yang dingin; sedingin es. Aku berontak; menendang-nendang dan menggeliat-geliat berusaha melepaskan diri dari belitan tangan cowok ini.
“Diam dan tenanglah! Kau ingin mereka mengetahui tempat ini?” bisiknya. Suaranya lembut dan berdenting seperti piano. Tapi bukan itu yang membuatku terdiam. Aku terdiam karena mendapat serangan deja vú aneh; aku begitu merindukan suaranya yang lembut dan menggoda, begitu mendambakan sentuhan kulit dinginnya yang mengelitik indra syarafku. Dan saat merasakan helaan nafasnya yang menerpa leherku, aku bisa merasakan perutku bergejolak pelan dan seluruh otot tubuhku kaku. Aku tidak mengerti sensasi aneh yang kurasakan ini. Yang kutahu adalah, aku merindukannya. Sangat merindukannya.

Kami diam tak bergerak menunggu mereka lewat dari celah tempat kami bersembunyi. Aku menahan napas saat satu persatu dari serigala-serigala itu lewat tepat di sampingku. Aku menunggu selama sepuluh detik sebelum menghela napas lega. Saking leganya aku sampai lupa pada kenyataan bahwa cowok ini masih melingkarkan tangannya di pinggangku.
“Hm... pantas saja mereka berani meninggalkan daerah territorial dan datang ke sini.” Ia mengendus-endus leherku. Aku membeku.
“Baumu memang begitu... harum, lezat, dan... menggoda.” Ia menjilat leherku. Tubuhku langsung menegang. Secara refleks aku langsung memberinya sikutan di perutnya. Ia tersedak pelan, terkejut karena seranganku yang tiba-tiba.
Aku mulai berontak lagi; aku menginjak-injak kakinya, menyikutnya, mencakar tangannya, dan menendang pinggangnya dengan tendangan samping yang keras.berkali-kali ia mengaduh. Tapi biarpun begitu, ia tidak mengendurkan pelukannya di pinggangku. Aku menggeram, frustasi karena segala seranganku tidak membuatnya melepaskanku, tapi malah memperketat pelukannya.
“Aw! Ouch! Hei, itu cukup sakit, kau tahu! Aduh...! Hei-“ Aku menyikut perutnya dengan keras, cukup keras sehingga aku bisa merasakan tulang rusuknya bergerak. Aku sudah bersiap lari saai ia mengendurkan pelukannya, tapi ternyata ia malah memiting kedua tanganku. Dan kali ini aku benar-benar tidak bisa bergerak.
“Ugh, kau kuat juga ternyata. Sebenarnya aku tidak suka melukai wanita, tapi sebaiknya kau tidu saja, supaya ini jadi lebih mudah.” katanya.
“Apa ma-“ Perkataanku terpotong oleh rasa sakit yang spontan ketika ada sesuatu yang menancap di leherku. Aku ingin berteriak, tapi mulutku seolah terkunci. Pandanganku kabur. Samar-samar aku bisa mencium sesuatu yang berbau seperti... karat dan... garam? Ah, bukan Kurasa ini bau... darah. Darah siapa?


Kurasa aku pingsan. Tapi aku bisa merasakan sepasang tangan dingin membopongku. Dan sesekali tangan itu mengusap wajahku. Ataukah itu hanya angin? Aku tidak bisa memastikannya dengan kesadaran yang hilang-timbul ini.
Ah. Kurasa memang angin. Karena wajahku mulai mati rasa saat diterpa angin dingin. Tapi mungkin sentuhan itu nyata. Karena sesuatu yang lebih dingin dari angin menyentuh pipiku lembut. Lalu sesuatu membungkus tubuhku –mungkin selimut... atau baju?- cukup erat. Sebuah kesadaran baru menghantamku.
Aku dibawa kemana? Oleh siapa? Mengapa?
Aku berusaha melawan rasa kantuk dan lelah yang menyerangku. Aku berjuang membuka mata. Samar-samar aku melihat rambut hitam dengan kilauan biru itu lagi. Jaraknya cukup dekat; sangat dekat sehingga jika aku mengangkat tangan, aku bisa menyentuhnya. Aku tidak bisa melihat wajahnya. Gambarnya terlalu kabur. Warnanya terlalu putih. Yang kulihat selain putih menjemukan itu adalah warna merah. Merah berkilau.
Merah berkilau... yang menetes dari sudut bibirnya.
Itu warna darah...
Darah segar...



Darah siapa?