BLARRR! Terdengar suara ledakan lagi, kali ini lebih keras, berserta suara teriakan Weapon yang sangat keras. Membuat seluruh permukaan Junon bergetar.
Tanpa kamu perkirakan, kamu kehilangan keseimbanganmu dan terpeleset jatuh dari atas gedung. Dan kamu tidak mengetahui sebelumnya kalau bagian gedung sebelah situ adalah jurang gedung yang sangat dalam. (Tinggi yang berbeda karena ada jalan yang lebih rendah).
"Wuaaaaa!"
"Shaffira!" Reno dan Rude berteriak panik.
'Sialan! Lebih tinggi dari gedung rumah sakit!'
Tidak mau pasrah saja, kamu langsung menarik rantaimu dan melemparkannya ke arah pipa-pipa yang ada di sekitar pinggir gedung. Mengayunkan diri layaknya Spiderman, dan memakai pipa-pipa lain sebagai tumpuan untuk lompatan layaknya seorang ninja. Mungkin saja melebihi keterampilan Yuffie. Sampai akhirnya kamu terlempar di salah satu atap gedung dekat air port.
"Wuaah!" Kamu tidak dapat mendarat dengan sukses, dan terjatuh berguling-guling di atap itu. Maklum saja karena ayunan rantaimu tidak terkontrol.
"Hah...Hah...Ha..." Kamu terengah-engah sendiri.
"Tidak sukses yaa...?"
'Suara itu!' Kamu langsung menoleh dan menemukan orang yang sama sekali tidak ingin kamu temui. "Rufus..."
"Tidak salah aku mencari sampai ke atap-atap gedung..." Rufus tersenyum sinis. Ia bersama beberapa SOLDIER.
Kamu bangkit. "Kenapa kau selalu mengejarku, brengsek? Aku malas meladenimu." Bukannya tidak ada waktu, tapi kamu tidak sanggup melawan seorang Rufus dan beberapa SOLDIER tanpa rantaimu yang terlepas entah ke mana.
"Kasar sekali..." Rufus geleng-geleng kepala. "Aku hanya ingin kamu kembali ke ShinRa." Ia maju mendekatimu yang juga mundur. "Dengan begitu kau tidak perlu memikirkan masa lalu."
'Masa lalu? Tahu apa dia?' Ingin rasanya memaki dengan membabi-buta, tapi itu hanyalah sesuatu yang sia-sia untuk sekarang ini. "Tentang Nibelheim, kamu, teman-teman Turks, Heiren, Cecill... Mungkin hanya itu yaa...? ShinRa semua."
"Ya... Dengan begitu kau bisa mengenang masa lalu dan langsung melupakannya dengan berpikir maju di ShinRa..."
"Huh..." Kamu menatap tajam Rufus. 'Bagaimana dengan Nii-san, Ibu, Zack, dan Cloud? Memangnya kau tahu? Lalu... Cecill yang menanggung penderitaan sendirian, Helarin yang kehilangan keluarga satu-satunya dan malah mengabdi di ShinRa sebagai setengah penghianat... Mereka menanggung penderitaan itu karena masa lalu... Lalu perasaanku sendiri...'
"Tapi tetap saja..." Air matamu mengalir. "Kamu tidak tahu apa-apa tentang masa laluku..." Mundur beberapa langkah sampai benar-benar ke tepi. "Selamat tinggal... Rufus Shinra..." Lalu menjatuhkan diri. 'Ini akhirku ya?'
Terdengar suara teriakan Rufus memanggil namamu. Tapi kamu tidak peduli. Entah apa yang akan terjadi nanti.
Kamu tersenyum melihat matahari senja. "Seperti mengantar kematian saja..." Lalu tertawa kecil.
"Shaffira!"
"Huh?"
Sinar Matahari senja tertutup dan kamu mendengar suara mesin yang berisik. Sebuah pesawat besar terbang ke arahmu.
"Highwind!" Kamu terkejut.
"Tangkap tanganku!" Terlihat Tifa ada di pinggiran geladak Highwind, ia mengulurkan tangannya padamu.
"Tifa!" Kamu mencoba meraih tangannya.
Terpegang, tapi hanya sesaat, pegangan itu terlepas. Tifa berteriak dan mencoba meraih tanganmu yang sudah tidak tergapai.
Suara mesin yang berisik, suara angin yang gaduh, topi biru yang tebawa angin, suara nafas Tifa yang lega, suara nafas terengah dari seseorang, suara jantungmu yang berdegup kencang, dan angin kencang yang membelai rambut perakmu..
Kamu mengadahkan kepala, dan melihat wajah dua orang yang panik sekaligus lega. Kamu tersenyum lega. 'Ternyata aku selamat...' Kamu menggenggam tangan yang menolongmu itu dengan erat. "Thanks, Vincent."
"Berpegang yang erat... Aku akan mengangkatmu..." Kata Vincent.
"Ya..." Kamu mengangguk pelan.
Matahari terbenam dengan tenangnya mengantar kepergian kalian semua.
Waktu nyari Huge Materia. Hohoho... lucu banget nih.
Baru saja akan menarik nafas. Sebuah suara sirine memekik keras.
"Duh..." Keluhmu.
"Si-al!" Gerutu Barret.
Kalian berpencar untuk menghindari kereta yang akan keluar dari Reaktor.
"Sepertinya mereka cabut dengan membawa Huge Materia di kereta itu!" Panik Cid.
"TIDAK!" Barret histeris lalu memaki kereta yang barusan pergi. "Kalian kepala batu yang menyebalkan!"
"Kita harus mengejar! Tapi bagaimana!" Kamu ikut panik.
"Hei, apakah kau tahu siapa aku? Aku Cid—itulah aku! Sekarang biar aku yang menangani ini!" Cid masuk ke dalam reaktor.
"Oi!" Kamu mengikutinya bersama Barret.
Kalian melihat sebuah kereta.
"Mau kau apakan?" Tanyamu ketika melihat Cid memasuki kereta.
"Cepat naik!" Kata Cid.
Kamu dan Barret segera menurutinya, dan Cid menjalankan keretanya, keluar dari Reaktor. Terdengar suara sirine, dan kereta itu benar-benar berjalan.
"Hei, hei, hei, hei-!" Teriak Cid.
Kalian mulai mengejar kereta yang sebelumnya dengan kereta curian tadi.
"Ha! Aku tidak tahu, selain pesawat kau juga bisa mengendarai kereta!" Kamu tertawa. "Sekarang bagaimana?"
"Jangan tanya...Aku nggak tahu!" Teriak Cid panik.
"APA!" Kamu dan Barret langsung panik juga.
"Bagaimana ini!" Kamu histeris.
Cid meraih pengungkit di depannya. "Jangan khawatir! Aku bisa menangani hal semacam ini! Dua pengungkit, satu di kanan dan satu di kiri." Lalu ia menarik pengungkitnya. "Jadi begitu, tinggal bergantian menarik pengungkitnya naik turun, kan? Dilihat dari kecepatan musuh, aku bilang kira-kira butuh 10 menit. Kita akan terbang! Berpeganglah erat-erat!"
Cid menarik kedua pengungkit itu naik turun dengan cepat. Kecepatan kereta meningkat sampai akhirnya kereta kalian menyusul di belakang kereta sebelumnya atau bisa dibilang kereta musuh.
"Baiklah! Kita akan meloncat!" Teriak Cid.
Kalian melompat ke gerbong belakang kereta musuh, lalu meloncat dari satu gerbong ke gerbong lainnya, di setiap gerbong ada saja pasukan ShinRa-nya. Sampai akhinya tiba di gerbong lokomotif yang dikendalikan oleh seorang prajurit ShinRa.
Prajurit itu berbalik. "Apa-apaan! Ka...Kalian!"
"Baiklah—Serahkan saja Huge Materia!" Kata Cid.
"Terlalu lama!" Makimu, lalu manarik rantai yang sudah kau beli sebelumnya di Mideel. "Spiral Device!" Mengaitkan rantai itu ke kaki Prajurit, menariknya, dan Prajurit terjatuh, atau lebih tepatnya terlempar dari kereta dan jatuh berguling-guling di tebing, setelah sebelumnya berputar-putar di atas udara dengan teriakan yang memelas.
Sweatdrop. "Wanita sadis..." Kata Cid dan Barret.
"Berisik!" Protesmu. "Pikirkan untuk sekarang! Kita bisa mengebut, tapi bagaimana menghentikannya!"
"Ciiid!" Teriak Barret.
"AKU TAHU!" Teriak Cid, ia turun ke pengendali. "Tutup mulut dan diam saja! Kalau kita tetap dengan kecepatan ini, kita akan menabrak North Corel! Coba lihat... kalau kita menggerakkan pengungkitnya naik atau turun secara bersamaan... Keretanya seharusnya berhenti!"" Lalu ia menggerakan kedua pengungkit, dan keretanya makin cepat.
"Kita semakin cepat!" Kamu panik setengah mati.
"#$#$&! Sebaliknya! Coba lihat, kali ini, aku akan..." Cid menggerakkan kedua pengungkitnya ke bawah. Kereta semakin cepat.
"Hei..." Barret sweatdrop dengan panik. "HEI!HEI!"
"Sial-!" Teriak Cid. Ia kembali menarik kedua pengungkit ke bawah sampai terputus.
"Whuaaa!" Kamu panik dan memejamkan mata.
Kereta maju dengan cepat, lalu mengeluarkan bunyi yang berdecit kencang, kereta seperti terhambat sesuatu dan berhenti beberapa inci dari North Corel.
Kamu membuka mata. Jantungmu masih berdegup kencang. "Se...la...mat... Fuh..." dan menghela nafas.
Cid mengambil Huge Materia-nya. "Masih hidup..." Ia terlihat pucat.
Aih... saat-saat bersama... Yang lain pergi ke Fort Condor, tapi Saffira (gua) ga ikut karena kelelahan pake limit break.
'Satu Huge Materia sudah didapatkan, tinggal tiga lagi, dan sekarang akan mengambil yang ke dua..' Kamu memejamkan matamu, memikirkan hal lain selain materia. 'Cloud dan Tifa bagaimana ya? Apa mereka baik-baik saja? Terutama Tifa.. Dia cemas sekali..'
Trzit! "Aduh!" Seiring dengan munculnya rasa sakit yang terasa menekan kepalamu, pikiranmu melayang ke limit yang tadi kau pakai, Spiral Device. Tangan kirimu memegang kepalamu, pikiranmu memaki dirimu yang telah memakai Limit Level 3-1 tersebut.
'Bodoh… Kenapa pakai limit setinggi itu… Begini jadinya kan..' Kamu menjatuhkan tangan kirimu ke kasur. 'Walau sudah terinjeksi Jenova Cell, atau blah-blah-blah itu, tetap saja aku tidak bisa sekuat Nii-san… Limit yang mengandalkan kekuatan Jenova Cell itu pun ada batasnya… Efek sampingnya…' Kamu mencoba bangun dengan susah payah, namun langsung jatuh berbaring lagi. 'Ya seperti ini..' Lalu mengeluh.
Kamu mengangkat tangan kirimu lagi, dan memandanginya, tanganmu gemetaran. 'Sialan… Seluruh tubuhku gemetaran…"
Suara ketukan membuatmu berhenti memandangi tanganmu. Tanpa banyak berpikir, kamu langsung menyahut, "Maaf! Aku tidak bisa membuka pintunya! Masuk saja!"
Pintu terbuka dan Vincent muncul dari baliknya. Dia hanya terdiam melihatmu yang "terkapar" di tempat tidur. Setelah menutup pintu, dia menghampirimu dengan wajah datar, "Kenapa kamu?"
Kamu hanya tertawa kecil nan pasrah, "Biasa… Efek samping…"
"Efek samping?"
"Ya…. Efek samping sehabis memakai limit.. Pasti begini.. Kalau bukan kelelahan yang amat sangat, pasti tidak bisa bergerak karena gemetaran.."
"Kenapa begitu?"
"Terlalu mengandalkan Jenova Cell…"
"…" Jawabanmu hanya membuat Vincent terdiam.
Kamu hanya tersenyum kecil, "Tubuhku memang hanya sedikit yang dipengaruhi Jenova Cell, tapi bukan berarti aku menguasainya.. Dan lagi tubuhku ini menolak Cell itu.. Dengan kata lain.. Yah.. Hanya agak memaksakan diri saja kok.."
"…"
"Lihat…" Kamu mengangkat tangan kirimu untuk menunjukannya pada Vincent, "Gemetar kan…?"
Vincent menatapmu sejenak dan langsung meraih tangan kirimu itu, ia menggenggamnya, "Kuharap.. Kau bisa cepat pulih.." Sadar tanganmu malah tambah gemetaran, Vincent menatapmu bingung, "Kau tidak apa-apa? Sepertinya bertambah parah.."
Kamu mengalingkan wajahmu dan tertawa sweatdrop, 'Bagaimana tidak tambah parah…? Aku deg-degan, bodoh!' Lalu menatap Vincent tanpa terfokus, "Tidak.. itu hanya perasaanmu.."
"Kita sampai, anak-anak!" Terdengar suara Cid dari interkom, "Tapi kita mendaratkan Highwind jauh dari Fort Condor, untuk mencegah hal tidak diinginkan!"
"Sudah sampai rupanya…" Ujarmu, "Kau tidak ikut pergi?"
"Tidak… Kau lupa kalau Barret dan Yuffie yang pergi?"
"Ah, benar juga… Lalu apa yang akan kau lakukan? Bukankah lebih baik kau membantu mereka?"
Pertanyaanmu membuat malah Vincent tersenyum simpul, dia menurunkan tanganmu dan melepasnya. "Tidak…" Ujarnya, "Aku akan menjagamu di sini…"
Kamu hanya bisa mengalihkan pandangan dengan wajah memerah, 'Apa Vincent itu memang orang yang seperti ini?' Pikirmu. 'Tapi… Aku senang, dia di sini…'
"Kau tidak keberatan kan, jika aku tetap di sini?"
"Tidak…" Kamu menoleh, "Aku tidak keberatan," lalu tersenyum, "Aku senang kau bisa ada di sini… Di sisiku.."
Kamu memilih untuk tidur beristirahat, sedangkan Vincent menunggumu dengan duduk di kursi yang ada tanpa melakukan hal yang berarti.
/ after 3 hours..
Highwind mengudara kembali, Cid dan yang lainnya telah memenangkan pertarungan dengan pasukan Shinra di Fort Condor, dan Huge Materia di sudah diambil. Sepulang dari sana, Yuffie langsung ke ruanganmu untuk mengomel tentang Cid yang selalu berdebat dengannya ketika pertarungan. Kamu hanya bisa mendengarkan sambil sesekali tertawa, sedangkan Vincent hanya mendengarkan tanpa atensi penuh.
Pas Cloud and Tifa jatuh ke Lifestream...
"Tempat ini akan menjadi puing… Kita harus cepat pergi dari sini!" Kamu menengok ke arah klinik, "Tapi, bagaimana dengan Tifa dan Cloud!"
Cid menggeleng, "Pergi dari sini….! Sialan! Kau tidak boleh mengkhawatirkan orang lain dari pada dirimu sendiri! Kau tidak tahu kapan Stream itu akan meledak…"
"Kita tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja!" Kamu bersiap pergi, "Aku akan ke sana!" Tapi tanganmu ada yang memegang, menahanmu untuk pergi.
"Tidak…" Kata Vincent, "Tidak ada waktu lagi.."
Kamu membantah Vincent, tapi ia menggeleng, berserikeras untuk tidak membiarkanmu pergi. Kamu hanya bisa menatap klinik dengan cemas. "Ya Tuhan… Tifa! Cloud! Cepat pergi keluar! Cepatlah!" Teriakmu.
Terdengar suara ledakan, dan getaran muncul kembali dan lebih parah.
"Whoa!" Cid terlonjak, lalu berteriak ke arah klinik, "Tidak ada waktu lagi, cepatlah! Tifa! Cloud! Pergi dari sini!"
Kalian bertiga langsung lari menuju Highwind. Kamu menoleh ke belakang dan melihat Tifa mendorong kursi roda yang diduduki Cloud keluar dari klinik. Tifa lari sekuat tenaga sambil mendorong kursi roda. Tanah berguncang, dan tanah dibelakang Tifa mulai runtuh ke dalam bumi, terus mengejar sampai tempat Tifa dan Cloud berada.
Kamu merasa tidak bisa lari begitu saja, dan langsung berbalik menuju mereka.
"Shaffira!" Cid dan Vincent berteriak mencegah.
Kamu tidak mepedulikan teriakan mereka, dan terus berlari menuju Cloud dan Tifa. Tetapi, ketika tanah berguncang lebih keras, tanah -di bawah Cloud dan Tifa- jatuh ke dalam bumi dengan Lifestream yang meluap.
"Cloud! Tifa!" Teriakmu. Kamu berhenti berlari dan terpaku melihat mereka berdua jatuh dan tanah makin runtuh. Namun, kamu tidak menyadari bahwa tanah tempatmu berdiri juga akan runtuh sebentar lagi. Ketika tanah dibawahmu mulai retak, kamu baru sadar, dan langsung berbalik untuk lari. Tanah dibawahmu seperti tidak mengijinkanmu pergi, baru saja kamu akan melangkah, tanah di bawahmu runtuh.
Beruntung pikiranmu sedang berjalan cepat, kamu langsung melempar rantaimu ke tanah yang belum runtuh di depanmu. Kamu langsung berayun dan memanfaatkan tanah yang runtuh sebagai pijakan lompatanmu. Baru saja akan sampai ke tanah yang belum runtuh, tanah itu malah runtuh dan rantaimu terlepas dari situ.
'Tidak!' Kamu melayang jatuh, tanganmu yang berusaha meraih, tidak dapat meraih apapun.
"Belum waktumu ke sana…"
'Apa?'
"Ke Lifestream…"
"Maksudnya!" Kamu berteriak dan melihat ke bawah, di sana ada kolam Lifestream yang sedang menyeruak keluar. Tapi kamu tidak terpaku pada kolam itu karena mendengar sesuatu seperti sibakan angin. Kamu menoleh ke atas, dan melihat bayangan hitam menuju ke arahmu. Kamu memperhatikan bayangan itu lebih seksama. Seseorang dengan sayap hitam yang menyerupai sayap iblis, rambut panjang acak-acakan yang hampir menutupi mata, mata menyala seperti monster yang siap memangsa siapa saja, taring dan cakar yang siap mengoyak apapun di depannya, menuju ke arahmu dengan kecepatan penuh. Benar-benar sosok iblis yang sempurna.
Matamu terbelak karena terkejut, 'Apa, bukan, tapi siapa itu!' Dan kamu tambah terkejut lagi, karena sosok yang kamu perkirakan akan menyerangmu itu malah menolongmu. Dia menangkap tubuhmu yang nyaris tercebur ke Lifestream, dan membawamu terbang keluar dari sana.
Getaran bumi, tanah yang berguncang, tanah yang runtuh, semua telah berhenti. Mideel telah berubah menjadi kolam Lifestream. Kamu hanya terdiam melihat perubahan kota itu, dari atas langit yang tidak begitu cerah.
Kamu menoleh ke arah sosok yang membawamu terbang, atau lebih tepatnya telah menolongmu. Sosok itu hanya diam sambil memeluk pinggangmu dengan satu tangannya. Ia terbang menuju ke bawah. Tidak ada rasa takut untuk menatap sosok itu, kamu merasa kalau dia tidak berbahaya walau banyak pertanyaan yang ada dipikiranmu tentang sosok itu. Siapa dia dan kenapa dia menolongmu.
Sesampainya di bawah, sosok itu langsung melepasmu, dan ketika kamu berbalik untuk melihatnya, dia malah terjatuh, tidak sadarkan diri.
'Apa!' Kamu terkejut, "Hei! Apa yang…..!" Belum selesai keterkejutanmu, kegelapan keluar dari dalam tanah dan menyelubungi sosok itu sampai tidak terlihat, kamu hanya bisa terpaku melihatnya, dan ketika kegelapan itu memudar dan mulai meninggalkan sosok itu, kamu harus terkejut lagi melihat sosok berambut panjang dan berjubah merah yang kamu kenal.
Kamu langsung meneriakkan namanya, "Vincent!" dan menghampirinya yang tengah bangkit dan menggelengkan kepalanya seperti mengusir pusing.
Vincent bangkit, memejamkan mata dan memegang kepalanya sebentar, lalu menatapmu, "Ya..?"
"Apa yang terjadi? Tadi siapa? Apa itu kau? Kenapa bisa seperti itu? Yang tadi itu apa?" Tanyamu bertubi-tubi, "Tapi kamu tidak apa-apa, kan!"
Namun Vincent hanya terdiam. Baru saja kamu akan bertanya lagi, kamu mendengar suara yang memanggil namamu dan Vincent. Kamu berbalik dan melihat siapa yang memanggil kalian, terlihat Barret, Cid , dan yang lainnya, berlari menghampiri kalian.
"Vincent! Shaffira! Syukurlah! Aku sempat cemas tadi melihat Vincent menyusulmu… Untung saja kalian tidak ikut terbawa ke dalamnya! Jangan membuatku cemas, !" Omel Cid.
Kamu menoleh ke arah Cid lalu ke arah Vincent dengan bingung, 'aku tidak mengerti…. Yang tadi itu.. sosok iblis itu… Vincent?'
Vincent terlihat kurang terfokus pada keadaan yang sekarang, dia tampak agak linglung. Kamu langsung menyadari bahwa keadaanya sekarang sama sekali tidak baik.
"Ada apa, Vincent?" Tanya Barret, "kau tidak apa-apa?" tampaknya bukan hanya kamu yang menyadari hal itu.
"Aku rasa Vincent perlu istirahat… Dia telah menolongku mati-matian tadi.." Ujarmu, "aku akan mengantarnya ke Highwind…."
Cid memandang Vincent sejenak, lalu ke arahmu, "baiklah.. Kau yang harus bertanggung jawab karena telah membuatnya kerepotan.."
"Aku mengerti…" Kamu mengangguk pelan, lalu meraih lengan Vincent, ingin menuntunya, "Aku tahu kau tidak baik-baik saja… Kita kembali ke Highwind…" Tidak ada jawaban, tapi ketika kamu mulai melangkah, ia mengikuti langkahmu.
"Ok! Sekarang, ayo kita cari Cloud dan Tifa!" Seru Barret.
"Kau gila! Bagaimana caranya kita mencari di kolam yang kita tidak tahu dalamnya sampai mana!" Protes Yuffie.
"Yah.. mulai mencari sajalah.." Kata Red XIII.
Suara mereka perlahan menjadi tidak terdengar seiring dengan langkahmu yang meninggalkan mereka menuju Highwind. Kamu menatap Vincent yang dari tadi sesekali memejamkan mata sambil berjalan. Rasa cemas mengganggu pikiranmu, tapi kamu tidak mengatakan apapun sampai akhirnya berada di ruangan Vincent di Highwind.
Vincent duduk di tepi tempat tidurnya, ia memegangi kepalanya dengan mata yang terpejam, seperti menahan rasa sakit yang ada dengan tenang.
Saat Cloud dkk ke Great Canyon buat ketemu kakeknya Nanaki buat nanya tentang jeritan planet or whatever. Saffira ga ikut, capek, Vincent juga donk... hohoho
Mendengar nama kakeknya disebut, Red XIII langsung terlihat bersemangat, "Ayo kita temui kakek! Ke Cosmo Canyon! Aku yakin dia bisa memberitahu kita sesuatu yang akan membantu!"
Cloud memutuskan untuk pergi ke Cosmo Canyon. Kau tidak berniat ikut karena mengantuk, tapi kau meminta agar Cloud menceritakan apa yang ia dapat nantinya.
"Aku tidak ingin melewatkan sesuatu tapi aku sangat mengantuk.." ujarmu sambil menguap.
"Apa kau terlalu lelah?" Cloud bertanya-tanya, "memang sih kita banyak melakukan perjalanan cukup berat hari ini.. Tapi biasanya kau enerjik."
"Hei, manusia jadi-jadian sepertiku juga ada batasnya…" protesmu.
Cloud terdiam, "maaf…" ujarnya pelan.
Sepertinya kamu mengucapkan hal yang salah, "ah, bukan itu… Maksudnya, aku tidak sekuat Sephiroth walau aku kembarannya.."
"Tidak.. Aku harus minta maaf karena sejenak aku menyamakanmu dengan Sephiroth.." Cloud mengakui apa yang ia pikirkan, "tapi aku tidak bermaksud untuk menyebutmu manusia jadi-jadian seperti yang kau katakan.."
"Aku hanya merasa sedikit depresi…" kamu tertawa kecil.
"Biarkan dia, Cloud… Karena aku harus bicara dengannya." Vincent melangkah mendekati kalian, "lagipula entah kenapa aku sedikit tersinggung dengan kalimat 'manusia jadi-jadian'…"
Kamu tertegun dan langsung panik menyadari Vincent juga bukan manusia biasa. Kamu dan dia memang sudah seperti makhluk asing. Dan kamu baru tersadar akan hal itu, tanpa sadar telah menyinggungnya. Benarkah Vincent tersinggung atau hanya ingin bicara denganmu saja? Kamu memilih yang pertama. Tampaknya pria berjubah merah itu benar-benar tersinggung.
"Hmn…" Cloud merasa aura yang tidak baik antara kamu dan Vincent, "a.. aku berangkat dulu dengan Tifa dan Red XIII…" Ia seperti ingin cepat-cepat pergi dari situ.
"Uh…" Kali ini rasanya kamu ingin ikut saja ke Cosmo Canyon, tapi tatapan Vincent sudah membuatmu terhipnotis untuk tidak mengatakan hal selain, "baiklah… hati-hati…"
Kamu memperhatikan punggung Cloud sampai ia menghilang di balik pintu keluar anjungan, Tifa dan Red XIII menyusulnya. Kamu menatap Vincent dengan gagu dan menanyakan apakah yang ingin dibicarakan.
Namun Vincent berbalik dan berkata dengan dingin, "tidak ada.."
Jawaban yang sungguh menyayat hati, tidak terdengar dingin olehmu tapi terdengar sangat ketus. 'Uh… benar-benar marah yah…' "Tunggu! Vincent!" Teriakmu mengejar Vincent yang sudah keluar dari anjungan.
Vincent tidak menghentikan langkahnya, ia melangkah tidak cepat ataupun lambat. Kamu menyusulnya dan berjalan di sampingnya.
"Hei… Maaf, aku telah bicara yang macam-macam…" Ujarmu.
Vincent berhenti, ia menatapmu tajam. Namun tidak lama kemudian ia melangkah lagi.
"Hei!" Kamu mengejarnya dengan depresi.
Pemuda yang seperti vampire itu melangkah masuk ke ruang pengoperasian.
"Vinceeeent!" Kamu masuk ke ruang pengoperasian dan hampir saja menabrak kru yang bertugas di sana. "Ah.. kenapa kau keluar?"
Kru itu menunjuk ke dalam ruangan dengan jempol tangannya, "Vincent menyuruhku keluar karena ia ingin berdiskusi hal serius denganmu… Katanya sih begitu."
Langsung saja wajahmu berubah horror, sampai membuat kru terlonjak dan mundur menjauh. "Dia… benar-benar marah….." Kau ketakutan.
Namun, si kru malah lebih ketakutan, "yah… a.. aku pergi dulu.. selamat berjuang…" Ia langsung pergi ke arah anjungan.
"Hei, tunggu!" 'Jangan biarkan aku sendiri menghadapinya!' Rasanya kamu ingin sekali menangis. Ingin sekali kamu berpikir seribu kali, namun tidak ada waktu untuk berpikir sebanyak itu. Kamu memutuskan untuk masuk mulai dari kepalamu untuk mengintip.
Vincent sudah duduk di kursi paling ujung tempat Cloud sebelumnya ketika ia menejelaskan semua sesudah 'kesadaran' perdananya. Walau tempat itu terang, sekeliling Vincent tampak gelap, mungkin adalah aura. Kamu agak bergidik melihatnya.
"Hei… Tutup pintunya," Vincent menatapmu tajam, "masuk dan duduk!" perintahnya dengan tegas.
'Dia… membentakku.. waw… gawat sekali..' Pelan-pelan kamu masuk, menutup pintu, dan duduk di kursi dekat pintu sehingga kalian berhadapan namun jauh sekali. Kamu berusaha tidak menggubris lagi tatapan tajam Vincent dan mencoba bertanya dengan suara pelan, "ada apa sebenarnya? Kau tersinggung dengan ucapanku? Maaf…"
Waktu mau ke Junon ngambil kapal selam, dan sebelum ketempat gua Lucrecia.
"Sampaaaai!" Teriak Cid.
"Sangat cepat…." Keluhmu.
Cloud menghampirimu, "Shaffira kali ini kau harus ikut… Kalau Helarin ada, tolong bicara padanya."
"Tentu…"
Sementara Cloud menghampiri Cid, Vincent menghampirimu. "Aku juga akan ikut," begitu katanya.
"Kau sudah bilang Cloud?"
"Sudah…"
Lalu ia keluar begitu saja.
"Hei, Cloud," perasaanmu yang tidak enak membuatmu langsung bertanya, "apa Vincent memaksa ikut?"
"Ha..haha…" tawa yang terdengar tidak enak, "tidak kok…" Cloud mengibaskan tangannya, "ayo pergi…" Dia pun keluar.
Kamu menghela nafas, "memang dipaksa…" dan berjalan gontai keluar.
Waktu ngelawan Weapon.
"Hei Cloud…." Cid membuka suara, "menurutmu, kita bisa menang melawan monster itu?" ia terlihat sangsi, "Kita punya peluang untuk menang kan?"
"Bagaimana aku tahu? Tapi itu bukan alasan bagi kita untuk melepaskannya!" Kata Cloud dengan bersemangat.
"…Memang… tapi bukan hal senekat itu juga…" keluhmu, "kau serius, eh?"
"Tentu saja!" Cloud mengangguk mantap, "Kita akan ke Midgar dan melawan Weapon! Ayo, kita bergerak!"
Dengan keluhan semua orang, akhirnya Highwind lepas landas menuju Midgar dengan kecepatan penuh. Dari jendela anjungan kamu dapat melihat Weapon yang terus bergerak perlahan menuju kota. Weapon yang sangat besar dan berwarna putih, makhluk itu meraung dengan garau.
"Whoa.. Kau benar-benar yakin, Cloud?" Yuffie melompat-lompat.
"Siapa yang ingin melawannya ikut aku!" Cloud berjalan keluar anjungan.
"Aku ikut.." Red XIII berlari menyusul.
"Tunggu!" Tifa mengejarnya.
"Dasar anak muda!" Kali ini Cid, ia membawa mop yang kau berikan.
"Heh!" Kamu mengejar Cid, "jangan rusak mop itu! Edisi terbatas!"
"Shaffira jangan gegabah!" Vincent mengejarmu.
Yuffie melompat, "jangan tinggalkan aku di pesawat yang memabukkan ini!"
Barret mengamuk, "hei! Kalian ingin bertarung tanpa aku!" ia keluar.
"Eh, tunggu tunggu!" Cait Sith mengejar.
Pada akhirnya semua orang keluar pesawat.
"Eh… Kita keroyokan nih?" tanyamu dengan bingung.
Cait Sith menari-nari, "kenapa semua orang malah keluar…?"
"Baguslah.. Kita bisa mengalahkan Weapon dengan cepat…" Cloud menarik pedangnya.
Kamu menghela napas lelah, "yah… sepertinya."
"SERAAAAAAAAAAAAAAANG!"
Semuanya menyerbu Weapon. Cloud melompat ke bahu Weapon dan menghajar dengan pedangnya, Barret di bawah menembak dan menembak, Tifa berkonsentrasi pada materia dan menyerang dengan sihir, Vincent melompat ke bahu Weapon dan menembak ke sekitar mata, Yuffie melompat-lompat di tubuh Weapon sambil melempar senjatanya, Cait Sith berputar-putar entah apa yang dia lakukan, Red XIII melompat ke sana ke mari mencoba untuk menyerang, Cid memakai mop untuk menyerang, sementara kamu berteriak agar Cid tidak merusak mop itu.
"Whoa!" Kamu melompat menghindar ketika Weapon hampir saja menginjakmu, "dasar makhluk besar…" Kamu berkonsentrasi pada materia, "makhluk besar harus dilawan dengan makhluk besar…. Bahamut SIN!" Dari tanganmu keluar sinar biru dan menembakkannya ke atas langit yang kemudian terpecah dan keluar naga besar dari sana.
"Semuanya, menyingkir dari Weapon!" teriakmu.
"Hah! Memang ada apa!" tanya Barret.
Tersadar ada raungan yang berbeda, Vincent mengadahkan kepala dan melihat naga hitam besar yang muncul dari awan. Ia langsung beralih pada Cloud yang juga sedang mengadah. "Cloud, kita harus pergi dari sini.."
Cloud mengangguk, ia dan Vincent turun dari Weapon. Diikuti yang lainnya setelah mereka sadar dan melihat langit.
"Apa itu, Shaffira?" tanya Tifa yang mendarat ke sebelahmu.
"Bahamut SIN, summon.." jawabmu santai.
"Materia yang waktu itu kau pinjamkan pada Cloud?" Vincent menghampiri.
"Yeah.."
"Naga yang terlalu kuat.." keluh Cloud.
Kalian melihat Bahamut menyerang Weapon itu dengan Flare-nya. Ledakan yang sangat dasyat terjadi, namun tidak merobohkan Weapon. Bahamut SIN menghilang dan Weapon masih berdiri tegak.
"Hei… apa makhluk itu tidak bisa mati..?" Yuffie bertanya-tanya.
Kamu mengangkat bahu, "entah.. tapi lihatlah.. Dia kembali ke laut.."
Saat semua AVALANCHE (kecuali Cloud dan Tifa), pergi mencari tujuan mereka... Oh~ pernyataan yang tidak disangka-sangka dari Vincent! >w<
"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya kuinginkan, aku ingin sekali menghentikan Nii-san.. Tapi kurasa bertarung dengannya aku pun tidak sanggup... Mungkin aku akan kembali... Mungkin juga tidak.. tapi setidaknya tunggulah sampai esok," itulah kata-katamu sebelum meninggalkan mereka berdua.
Entah sudah seberapa jauh kamu melangkah, masuk ke dalam hutan kecil dan menemukan mata air. Kamu membasuh wajahmu yang kuyu dan bercermin pada air. Wajah Sephiroth terbayang. Kamu memejamkan mata dan menggeleng-gelengkan kepala untuk membersihkan air yang menempel di wajahmu.
'Seharusnya dihentikan ya… Nii-san itu… Tapi, dia itu sebenarnya sudah mati.. Entahlah…' Kamu kembali mengingat-ingat surat kabar ShinRa yang menyatakan Sephiroth sudah mati. 'Sudah mati…? Dan yang sekarang hanyalah sel Jenova.. Tapi emosi itu adalah emosi Nii-san.. Sekarang aku ingin menghentikan emosinya itu...'
Sedikit helaan napas yang kamu keluarkan sebelum berdiri untuk duduk di bawah sebuah pohon yang rindang. Angin yang sejuk membelaimu dan kamu mulai mengantuk, tapi kamu tidak ingin tidur. 'Lima tahun… lima tahun yang lalu… setelah kematiannya… tapi jiwanya nggak pernah mati.'
Teringat semuanya: sesuatu yang diceritakan Mari; bertemu Gast dan Ilfana; bermain snowboard; Sephiroth yang ternyata kakak kembarmu dan kamu mencari tahu tentangnya; tidak berubah fisik ketika umur 18 dan seterusnya; menjadi pelatih di sebuah institusi bela diri; mencari tahu tentang summon materia, mencarinya, lalu membuangnya di mana-mana; pergi ke Nibelheim dan bertemu Zack, Cloud, dan Sephiroth secara tidak langsung; konflik dengan Turks, masuk ShinRa, lalu berteman dengan Turks; keluar dari ShinRa; jadi joki terbaik chocobo; pekerja serampangan; dan kembali menjadi pengelana selama dua tahun; bertemu Cloud yang akhirnya membawa petualanganmu sampai di sini bersama teman-teman yang baru.
Kamu tertawa kecil mengingat itu semua. Angin kembali berhembus dan kamu mencoba menikmatinya dengan memejamkan mata: bau rumput, daun, dan batang pohon; suara air yang lembut di mata air; beberapa burung yang berkicau; wajah yang terasa dingin. Mungkin sedikitnya ini adalah bagian dari surga.
"Apa kau tidak memiliki tempat yang ingin kau kunjungi?"
Tanpa membuka matamu kamu menjawab suara yang akrab di telingamu itu, "rumah Mari terlalu jauh. Kalau Helarin, hmn, aku tidak ada kalimat untuk di sampaikan padanya. Bertemu Reno dan Rude, aku tidak tahu mereka di mana. Mungkin di Junon, tapi entahlah. Mengunjungi Lucrecia, kurasa dia tidak akan bangun, aku tidak mau sakit hati.. Hahaha.. Kau sendiri?"
"Tidak.." Kamu dapat merasakan dia duduk di sampingmu, "tidak ada tempat yang bisa kukunjungi."
"Lalu kenapa kau pergi?"
"Mungkin sedikit kebimbangan..."
Perlahan kamu menyenderkan kepala ke bahunya dan dapat mencium aroma kayu yang agak manis. "Yah, setidaknya kau mengunjungiku... Vincent..."
Dia, Vincent hanya diam, ia menatap lurus ke depan tanpa arti. Entah bagaimana dia menemukanmu di sana. Melihatmu pergi ke tempat itu atau dia hanya kebetulan lewat. Tapi hal itu tidak menjadi masalah bagimu, yang mana saja boleh. Tapi ada satu yang mengganjal dalam pikiranmu. Kamu membuka mata perlahan.
"Kau tidak mengunjungi Lucrecia?"
Vincent menoleh dengan wajah yang sedikit terkejut lalu kembali menatap lurus ke depan. "Aku sama sekali tidak terpikir akan hal itu.."
"Bukankah kau mencintainya?" kamu berkata seakan-akan Lucrecia adalah orang lain, bukan ibumu sendiri.
"...Bukan yang seperti itu.."
"Eh?" Kamu berhenti menyandar dan melihat wajah Vincent.
"Aku hanya merasa berdosa.. Dosa yang tidak akan termaafkan... Dia sahabat yang baik.. Namun, aku membiarkannya menjadi seperti itu."
Kamu merasa sedikit lega. Sahabat, itu kata yang bagus. Namun di hatimu masih ada yang mengganjal. "Kurasa kau sempat mencintainya..."
"Mungkin... Tapi aku sendiri tidak tahu perasaanku yang sebenarnya... Apakah dia benar-benar kusukai, kusayangi, kucintai... Tapi kupikir itu hanyalah sebatas persahabatan saja..Dia wanita yang sangat baik, lembut, dan penyayang. Dia menghampiriku ketika senggang. Kami bisa berbicara apa saja." Vincent sedikit menghela napas, "tapi dia sangat ambisius..."
"Ambisius?"
"Ya... dia hampir melakukan apa saja demi pekerjaannya sebagai ilmuwan bahkan mengorbankan dirinya sendiri. Ketika itu Hojo melamarnya dan dia sangat senang, kupikir kalau dia bahagia tidak apa-apa.. Ternyata Hojo punya maksud lain, yaitu... yah kau tahu.. dan Lucrecia menyetujuinya walau aku sangat menentangnya. Dia sama sekali tidak mendengarkanku." Vincent tersenyum, "dari ceritamu, sepertinya dia menyesal..."
Kamu mengalihkan pandangan ke arah lain, "Mari bilang... Lucrecia sempat memiliki sahabat yang baik, tapi dia tidak tahu siapa."
"Mungkin aku mungkin juga bukan..."
Kamu tertawa kecil, "nah, jadi intinya kamu mencintainya atau tidak...?"
"Kau menanyakannya terus," Vincent terlihat ingin tertawa, "sebenarnya aku hanya menganggapnya sahabat yang sangat baik... Dia adalah penghilang rasa kesepianku, mungkin sudah seperti saudara sendiri..."
"Sungguh?"
"Yang kucintai itu kau, bukan dia..."
Kalau kamu berada di atas gunung berapi mungkin kamu akan terjun ke dalam kawah yang panasnya seperti api neraka saat itu juga. Apa yang namanya Vincent itu blak-blakkan? Entahlah tapi yang pasti kamu ingin sekali pergi dari situ sekarang juga, tapi sayangnya tubuhmu tidak bisa bergerak karena sudah kaku gara-gara kaget.
"...ke..kenapa?" tanyamu sambil benar-benar mengalihkan pandangan agar dia tidak bisa melihat wajahmu yang sudah seperti udang rebus.
"Kenapa ya...?" Vincent tersenyum dan tertawa kecil, "kau sungguh ceria, walau kau sedih tapi kau tersenyum, cepat emosi, berwajah bodoh kalau panik, lucu sekali.."
"A..apa katamu!" kamu menoleh dan berteriak, "lucu! Di mananya!"
"Waktu kita berada di kereta gantung... Aku ingin mengatakan kalau, hmn, sebenarnya aku ingin bilang kalau aku menyayangimu.. Tapi aku tidak mengerti alasannya, mungkin aku belum mengerti waktu itu. Tapi sekarang aku sangat mengerti, mungkin wajah Lucrecia-mu membuatku rindu, tapi aku menyadari kalau bukanlah wajahmu yang membuatku memiliki rasa itu. Kau sangatlah berbeda dengan Lucrecia, sangat bertolak belakang. Kau adalah kau, aku menyukai Shaffira. Shaffira yang tertawa, Shaffira yang menangis, Shaffira yang marah, Shaffira yang berteriak kesal, Shaffira dengan wajah merahnya."
Rasa tersanjungmu langsung terhapus begitu mendengar kata yang terakhir. "Apa maksudmu wajah merah! Memangnya aku tomat!" teriakmu.
Vincent tersenyum, "nah, yang seperti itulah... Yang kusukai darimu, sangat spontan.." Perlahan ia meraih tanganmu dan menarikmu agar kamu menghadap dirinya. "Aku ingin sekali melindungimu..."
Tidak ada wajah yang bersemu merah yang manis seperti di novel-novel, yang ada di dirimu adalah wajah seperti terkena demam. Dan tidak ada kata-kata yang keluar.
"Aku mencintaimu, Shaffira..."
Oke, kali ini kamu merasa lebih baik tenggelam dalam kolam Lifestream waktu itu. 'Memangnya yang namanya Vincent seterbuka ini, memangnya yang namanya Vincent itu seperti ini? AKU TIDAK TAHUU!' berteriak-teriak dalam hati.
"Bolehkah aku bertanya?"
"...Apa...?"
"Bagaimana denganmu?"
Kamu tidak bisa berkata-kata. 'Perasaanku, perasaanku..?' dan mencoba untuk tenang. 'Aku... aku...' Kembali teringat ketika Vincent menarikmu untuk kembali pada kelompok, menolongmu beberapa kali, menghiburmu, menghampirimu, menemanimu. Rasanya seperti tidak kamu sadari walau kau benar-benar sadar. Perasaan berdebar setiap dia menatapmu itu bukanlah rasa sayang, tapi jika mengingat hal lain mungkin yang itulah rasa sayang.
'Tunggu sebentar...' Pikiranmu mengelana. 'Aku... Aku... ingin sekali selalu berada di sisinya... Bahkan terkadang aku merasa bingung kalau memikirkan dia dan Lucrecia... Karena pilihan yang sulit... sulit.. dan rumit... Tapi, ketika dia bilang "sahabat", entah kenapa aku lega...' Lalu kamu berteriak di dalam hati, 'SHAFFIRA IDIOT! JADI KAU MENGANGGAP IBUMU SENDIRI SEBAGAI SAINGAN! YA AMPUN!'
Kamu menggeleng-gelengkan kepala berusaha untuk tidak berpikir aneh-aneh. 'Tapi sebenarnya juga bukan itu... Aku memang merasa nyaman bersamanya... Terkadang aku merasa kikuk di hadapannya.. Tapi aku tidak tahu perasaanku yang sebenarnya..'
"Aku tidak tahu..." ujarmu pelan. "A..aku selalu nyaman bersamamu, aku ingin selalu di sebelahmu, dan aku mungkin tidak ingin kau pergi ke manapun.. Tapi," kamu menghela napas pelan, "aku tidak tahu..."
"Kenapa?"
Kamu menggeleng pelan sambil tersenyum simpul, "entahlah..."
"Begitu?"
"Ya... Umn... Tolong beri aku waktu, setelah pertarungan terakhir ini..." Kamu mengangguk, "aku pasti bisa memastikannya... Aku harus membereskan semua memori ini terlebih dahulu..."
Vincent terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia menangguk pelan, "aku mengerti... Tapi berjanjilah..."
"Janji?"
"Berjanjilah kau akan bertahan, berjanjilah kau tidak akan mati pada pertarungan terakhir ini... Berjanjilah kalau kau akan memberitahuku setelah pertarungan ini."
Kamu tertegun. Kata-kata Vincent barusan terdengar sangat familiar di telingamu. "Ini adalah janjiku padamu. Jaga materia ini sampai aku kembali. Jika aku tidak kembali, materia ini menjadi milikmu..." Itu adalah kalimat Heiren, "Jadi aku akan mengambilnya kembali saat pulang nanti, dengan kata lain aku pasti pulang! Aku janji!"
Walau berbeda tapi intinya sama: pulang kembali dengan suatu sandera. Namun kali ini Vincent lah yang memintamu untuk berjanji.
"Bisakah seperti itu?" tanya Vincent.
Rasanya kamu ingin tertawa, 'aku seperti menerima karma...' kamu mengangguk dan tersenyum, "tentu! Aku akan berjanji... Aku janji! Tapi, begitu juga denganmu.. Janjilah padaku kalau kau juga akan bertahan.. Jika kau mati nanti, aku tidak mau arwahmu menggentayangiku." Kamu tertawa kecil.
Vincent tersenyum simpul, "aku berjanji..."
(Aww~ ngebayangin gua adalah Saffira... Vincent... aku akan langsung memelukmu..!! Dan gua ga pake mikir lagi buat ngomong IYA...!!)
(Skip... langsung pagi harinya...)
Suara Vincent membangunkanmu. "Sudah pagi," ujarnya.
Kamu membuka mata perlahan dan mengangguk. "Ah, semuanya sudah siap ya?" kamu mengusap matamu dan melihat yang lainnya bersiap-siap.
"Cloud dan Tifa sudah masuk pesawat," kata Red XIII, "kita harus cepat menyusul mereka."
"Yeah!" Cid terlihat bersemangat, "kita akan kejutkan mereka dengan suara mesin yang menyala tiba-tiba."
Kamu bangkit dan mengangkat tanganmu ke atas, merenggangkan tubuh seperti yang dilakukan Tifa sehabis bertarung.
"Tadi Tifa merajuk loh..." kata Red XIII, "sayang kau tidak melihatnya."
"Hah? Kenapa tidak ada yang membangunkan aku!" protesmu.
"Dilarang sama Vincent," jawab Barret sambil menunjuk Vincent, "lagipula kau tidur sudah seperti orang mati.. Terlalu nyenyak sampai tidak terdengar suara napas sekalipun."
"…" Vincent hanya bisa diam dengan tatapan bingungnya yang datar.
Kamu memegang kening dan mengeluh, "sayang sekali..."
(Skip dikit...)
"Red, mana Vincent?" tanyamu setelah sadar pemuda itu tidak muncul-muncul.
"Eh, dia ada?" Cloud bingung.
Kamu menoleh ke arah pintu keluar ketika mendengar suara langkah besi yang beradu. Vincent memasuki anjungan dengan tenangnya.
"Vincent!" dan Cloud terlihat kaget.
"Kenapa kau heran?" walau ekspresinya tidak berubah tapi terlihat lucu di matamu. Menurutmu Vincent terlihat serba salah. "Bukankah kau ingin aku datang?" katanya lagi.
"Bukan," Cloud menggeleng, masih takjub, "hanya saja kau selalu sangat dingin. Kukira kau tidak peduli apa pada apa yang sedang terjadi."
Mendengarnya tawamu langsung meledak. 'Cloud yang dingin mengatakan Vincent itu dingin,' "hahahahahaha!", 'apa-apaan itu.. aneh sekali... jadi orang yang dingin itu sebenarnya Vincent ya, bukan Cloud.'
Vincent memandangmu dengan tatapan "hentikan tawamu", tapi tetap saja kau tidak bisa menghentikannya, Vincent pun hanya menggelengkan kepalanya pasrah. "Dingin?" ujarnya, "Hmmm... Kurasa aku memang begitu. Maaf."
"Maaf Vincent..." kamu menahan tawamu, "habisnya... khkk..khk..hihihi.."
Pemuda itu melakukan salto ke belakang dan mendarat di pelataran sudut. Dia memasang wajah yang mengeluh. Tawamu sudah berhenti ketika bunyi seperti bunyi radio yang tidak tepat tuning-nya. Semuanya menoleh ke tubuh Cait Sith yang mengeluarkan kedap-kedip lampu. Kucing itu menyala kembali dan terbangun.
"Coba lihat ini," kata Barret, "manager ShinRa telah kembali."
Cait Sith berdiri dan membungkuk di depan semua orang. Dia membungkuk dalam-dalam, "uh, maaf tapi... Aku ingin ikut bersama kelompok utama, tapi aku tidak bisa pergi... Beberapa orang di Midgar menahanku." Dia berdiri tegak, "aku tahu badanku hanya boneka binatang, tapi aku akan berusaha keras." Lalu ia melangkah ke tempat dia biasanya berada, dekat panel kendali sekunder.
Yap... langsung ke bagian setelah mengalahkan Sephiroth, pas Cloud dkk (minus Cloud yang bertarung dengan aslinya) mo ke Midgar buat nyelametin penduduk dari meteor.... Oh... Vincent yang rela mengorbankan nyawanya demi gua... /plakk (hiraukan saja anak ini)
Kamu berlari dengan kencang menuju ke atas kawah, pikiranmu bercampur aduk antara bayangan Cloud dan Sephiroth, lalu kekhawatiranmu terhadap Reno dan Rude yang mungkin masih di Midgar. Langkahmu yang terlalu terburu-buru membuatmu tergelincir, tapi kamu tidak menyerah dan berlari maju lagi. Kamu harus melompati salah salah satu jeda antara batu, ketika mendarat tanah pijakanmu runtuh dan kamu terperosok jatuh ke dalam kawah.
Tubuhmu terlempar ke atas dan mendarat di sebuah pelataran batu. Kamu panik dan melihat ke bawah kawah, Vincent jatuh ke dalam kawah. Pemuda itu telah menolongmu dengan menjatuhkan dirinya sampai bisa menggapaimu dan melemparmu ke atas untuk menolongmu. Namun, dialah yang terjun ke dalam kawah sekarang tanpa bisa mencari sesuatu atau cara agar tidak jatuh lebih dalam lagi.
"VINCENT!" tanpa pikir panjang kamu menjatuhkan diri ke dalam kawah, sampai bisa menggapainya tangannya.
"Kau bodoh! Aku melemparmu agar kau lolos!" maki Vincent di tengah terjun bebas itu.
"Kau yang bodoh! Aku kan punya rantai!" kamu balik memaki, dengan cepat mencabut rantai dan melemparnya ke atas.
Rantai menembus salah satu pelataran dan tersangkut di sana. Kamu dan Vincent tergantung di bawahnya. Kamu menghela napas lega, lalu beralih pada Vincent, "kau...berat..."
"Bisa tarik aku ke atas? Aku yang akan memegang rantaimu.."
"Tidak bisaaaa..." keluhmu sambil berusaha menariknya.
"...Kau tidak perlu terjun menolongku kan... Aku ini melemparmu agar kau selamat..."
"Dan kau nanti yang tidak selamat!"
"...memangnya kenapa?"
"Hah! Bodoh ya, kau tidak selamat mana bisa aku lanjutkan perjalanan! Yang ada aku depresi sampai kawah ini menyemburkan api! Aku tidak mau kehilanganmu! Tidak mau! Jangan harap aku akan memaafkanmu atau berterimakasih padamu karena sudah menyelamatkanku dan kau mati karenanya!"
Vincent terdiam sejenak, lalu tertawa kecil, "kau aneh..."
"Vinceeent! Shaffiraaaa! HOOOI!"
Kalian mengadah ke atas dan melihat Yuffie melambai-lambaikan tangannya, "sedang apa kalian di sana, hah? Bermain gelantungan?" tanyanya dengan suara renyah. "Aku menyusul untuk membantu evakuasi! Tapi sekarang kenapa kalian yang malah harus dievakuasi!" omelnya.
"Yuffie! Tarik kami ke atas! Bisa tidak!" teriakmu.
"Tidak bisa! Susah!"
"Apa!"
"Aku akan memanggilkan helikopter! Kalian jangan jatuh sebelum aku datang!" Gadis ninja itu melompat pergi.
Kamu menghela napas lelah, "jangan berbuat nekat lain kali..." ujarmu pada Vincent.
"Kau sendiri suka berbuat nekat kan?"
"Tapi aku tidak mengorbankan nyawaku sendiri..."
"Waktu di Mideel? Kau ingin menolong Tifa dan Cloud sampai tidak memperdulikan nyawamu."
"...aku kabur juga kok akhirnya..."
"Tapi tetap saja resiko tinggi..."
Angin berhembus memecah keheningan sesaat di antara kamu dan Vincent.
"Iya, maaf..." akhirnya kamu berucap juga.
"Hmn..." Vincent melihat ke atas, "Yuffie sudah datang..."
(Skip... langsung pas Yuffie nyelametin Vincent di atas reaktor)
"Cepat...cepat..." Kamu gemetar dan cemas. "Yuffie! Belum juga!" teriakmu pada komunikator.
"Sedang menuju ke sanaaaaaa!"
Kamu dapat mendengar suara angin dan mesin dari komunikator, Yuffie benar-benar sedang menuju ke sana. Sebuah suara ledakan mengalihkan perhatianmu, ledakan yang berasal dari petir yang menyambar di pengontrol meriam Mako-tempat kamu mengalahkan Hojo dulu- itu membuatmu bertambah cemas. Tidak begitu jelas, tapi kamu masih bisa melihat pilar dan tangga besi yang runtuh.
"Ya, Tuhan, ya , Tuhan..!" gigimu gemeretuk tidak karuan.
Petir menyambar ke tempat itu lagi, kamu menggigit bibir bawahmu.
"VINCEEEEEEEEEENT!" terdengar teriakan Yuffie dari komunikator. Kamu mencoba mendengarkan dengan seksama, terdengar suara ledakan dan lainnya, kemudian suara lelah Yuffie.
"Yuffie! Yuffie!" panggilmu panik.
"Shaffira...." suara Vincent.
"Vincent! Hei, kau baik-baik saja! Sial! Jangan berbuat nekat seperti itu!"
"...maaf.. tapi... hmn.. sebaiknya kujelaskan nanti, kami akan ke tempatmu."
"Kutunggu... cepatlah..."
"Ya..."
Komunikasi dimatikan dan kamu beralih pada Reeve. "Sebentar lagi mereka akan data..." petir besar yang menyerupai pilar menyambar tepat 2 meter di sebelahmu, kamu dan Reeve terlontar dan jatuh di atas aspal yang penuh batu. Kamu mengumpat dan memanggil Reeve, bertanya jika dia baik-baik saja. Reeve mendesakmu agar cepat naik helikopter dan pergi dari situ.
"Cepat!" desak Reeve, kamu terpaksa mengikutinya karena situasi di sana sudah tidak memungkinkan.
Kalian berdua bergegas naik helikopter, kamu membiarkan pintunya tetap terbuka agar Vincent dan Yuffie bisa masuk nantinya. Helikopter mulai lepas landas dan kamu melihat sebuah hoverbike melayang dengan kecepatan penuh ke arah helikopter.
"Vincent! Yuffie! Cepaaaaaat!" teriakmu.
Hoverbike meluncur masuk ke helikopter, kamu segera memerintahkan agar pintu helikopter ditutup. Begitu pintu sudah tertutup rapat kamu menghela napas lega sampai kakimu terasa lemas. Petir menyambar lagi, kali ini di samping helikopter dan membuatnya sedikit bergoyang. Pilot pun segera menerbangkan helikopter menjauh dari Midgar.
Kamu menarik Vincent dan segera mengomel, "bisakah kau tidak berbuat nekat beberapa kali dalam sehari! Kau membuatku cemas! Kupikir kau akan tersambar petir dan tertimbun bersama rongsokan besi di sana!"
"Shaffira..." Yuffie terkapar di lantai, wajahnya pucat dan tangannya memegangi mulutnya, "tolong jangan berteriak seperti itu... Aku bertambah... urkk.. mual... huee..."
"Ah... maaf, Yuffie..." kamu menghampiri Yuffie, "terima kasih..."
"Bukan masalah... tapi sekarang masalah helikopter...ugh..." Yuffie sama sekali tidak bergerak, bahkan mungkin ia tidak ingin bernapas.
Kamu menghela napas, 'untunglah... semua tidak apa-apa...' "Aku akan lanjutkan omelanku nanti, Vincent," ujarmu galak. "Reeve.. Kita akan ke mana?"
(Skip dikit aja... Hohoho... gua marahin Vincent nih...)
"Ah, Shaffira!" Marlene berlari memelukmu, "di mana papa, Tifa, dan Cloud?"
Kamu tersenyum dan berlutut untuk menjajarkan tinggimu dengan tingginya, "mereka baik-baik saja dan mungkin sedang menuju ke sini, mereka telah bertarung dengan hebatnya demi Planet ini."
Marlene tersenyum, ia mengangguk dengan senang, "ya, aku tahu itu."
Kalian semua duduk mengelilingi meja tengah. Elmyra membuatkan kalian teh dan Marlene semug susu panas.
"Ah, iya.." kamu teringat sesuatu dan beralih pada Vincent yang duduk di seberangmu, "kau! Aku belum selesai menceramahimu!" Lalu kamu mengomel panjang lebar agar Vincent tidak melakukan hal nekat lagi, kamu berbicara sangat cepat sampai semua yang ada di sana terdiam melihatmu. Vincent hanya bisa menunduk dan sesekali mengangguk. Kamu berhenti mengomel ketika mendengar tawa kecil Marlene.
"Um.." wajahmu langsung memerah malu.
"Nah, Shaffira, kau benar-benar mencintai dia ya..." kata Marlene dengan polosnya.
"Hah...?" kamu ternganga dan salah tingkah.
"He? He?" Yuffie terlihat tertarik dan segera mendekati Marlene, "benarkah seperti itu? Benarkah? Kau tahu dari mana, gadis kecil?"
"Jika seseorang yang dicintainya melakukan hal yang berbahaya, maka dia akan memarahinya. Bukan marah karena benci tapi karena benar-benar sayang," Marlene tertawa kecil, "setidaknya itulah yang Papa bilang."
'Barret...' kamu menundukkan kepala dengan lemas, 'bisa juga dia bilang seperti itu... Yah, dia seorang ayah sih...' "Yah.."
"Wah-wah.. Lagipula kalian pasangan yang sangat serasi," tambah Elmyra, "apa kalian berniat menikah nanti?"
Kali ini Vincent yang salah tingkah, ia memalingkah wajah tanpa berkata apa-apa sementara kamu mulai berkata dengan terbata-bata, "ti..tidak seperti itu... anu, maksudku... aku sudah terlalu tua... eh, tapi aku masih muda sih... tapi.. Hei, BUKAN ITU! Maksudnya adalah.." kamu menggerutu sendiri, "apa saja deh..." lalu pasrah.
Semuanya langsung tertawa. Kamu menepuk kepala dengan pasrah lalu meminta izin untuk keluar dari ruangan. Reeve dan Yuffie tertawa meledekmu dan kamu hanya bisa berteriak dengan aneh agar mereka menghentikan ledekannya. Vincent tidak ikut keluar, kamu tidak bisa membayangkan apa yang Yuffie dan Reeve akan katakan padanya. Kamu memilih untuk tidak ikut campur agar wajahmu tidak memerah dan salah tingkah lagi.
Kamu berjalan ke arah jendela, dari situ kamu bisa melihat Midgar dengan cukup jelas. Meteor mulai mendekat, kamu mengira-ngira mungkin beberapa ratus meter lagi atau mungkin lebih. Kamu menoleh ketika mendengar langkah kaki yang mendekat, Vincent berhenti di sebelahmu dan ikut melihat ke luar jendela.
"Sedikit lagi ya..." ujarnya pelan.
Pandanganmu kembali ke arah Midgar dan meteor. "Ya," jawabmu pelan, "apakah... Holy dan Planet akan menghentikan meteor itu?"
"Aku tidak tahu..."
"Aku ingin melihat dunia yang damai dan indah..."
"Semua orang juga menginginkan itu..."
"Aku ingin semua orang tersenyum dan tertawa bahagia hidup di planet ini..."
"Semua orang juga mengharapkan itu..."
"Aku tidak ingin planet ini hancur..."
"Semua orang juga tidak ingin hal itu terjadi..."
Kamu memeluk Vincent tiba-tiba seperti menabraknya. "Aku tidak ingin kehilanganmu..." ujarmu pelan dan memeluknya makin erat.
Walau kamu tidak bisa melihat ekspresinya, kamu tahu dia terkejut. Vincent tidak menjawab apapun untuk beberapa saat. Perlahan dia menyentuh kepalamu dan membelai rambutmu dengan lembut lalu balas memelukmu. "Aku juga tidak ingin kehilanganmu..." jawabnya pelan namun menenangkan.
"Terima kasih..." kamu mengadah untuk melihat wajahnya dan tersenyum, "aku sangat mencintaimu..." lalu kembali memendam kepalamu dalam pelukannya.
Vincent memelukmu makin erat dan berbisik, "ya... aku juga sangat mencintaimu..."
Meteor memang telah mendekat, rasanya bahkan seperti ajal planet. Tapi kamu tidak peduli, yang penting sekarang Vincent ada di sebelahmu dan kamu tahu perasaanmu. Rasanya kamu ingin tertawa tapi juga menangis.
"Datang..."
Kamu memejamkan mata dan melihat Cloud yang menebas mengalahkan Sephiroth dalam inti planet. Sephiroth yang berlumuran darah menatap dengan benci dan tidak percaya, lalu ia menghilang bersamaan dengan cahaya yang keluar dari tubuhnya. Kamu membuka matamu lalu menangis pelan. Vincent yang tidak mengerti kenapa kamu menangis, hanya bisa mendekapmu tanpa berkata apa-apa. Walau begitu, tetap saja terasa menenangkan. Kamu mengusap air matamu dan tersenyum. Vincent juga tersenyum dan berkata semua akan baik-baik saja.
Yak... itulah sekelumit -plakk- err, ralat, sekelumat dari bagian yang gua suka. Keren kan?
Oh... gua jadi makin cintaaa deh ama abang Vinnie...~ (berlari sambil merentangkan tangan memeluk Vincent)