~* Black Winged Angel *~

Vali dan Narvi

About Me

Foto saya
Seorang cewek yang baru menyadari kalo dirinya adalah seorang Fujoshi tingkat medium,Pecinta doujin Shonen ai & Yaoi (dengan beberapa pengecualian) tapi hanya yang gambarnya bikin...aw~, punya impian memiliki serigala, punya sayap(hiks!),mengendalikan api(HUAA!!pengen BGT!!). Saat ini sedang mencoba membaca doujin Final Fantasy 7...tapi masih menolak versi Hardcore or Lemon. Cih, gara-gara seorang doujinka dengan pen-name KIKI (sialan!) yang telah menularkan dengan gambar Cloudnya yang... ugh, mimisan gue... *nyari tisu*

...yeah. Gua bikin lagi sebuah cerita. Padahal yang Ao aja belom selese, Beskyttende Crystal males nulis, BOBR(kuadrat) malah kena WB. Eh, sekarang gua malah dapet ide bikin ini gara-gara dicekokin lagu KOKORO/KISEKI seminggu penuh. Gila ga?


...Hah, sudahlah. Yang lalu biarlah berlalu (what the heck?).


Oke. Ini fanfiksi Twilight yang gua bikin, trus agak gua crossover sama Vocaloid. Oh ya, yang ini baru prolog loh. Jadi jangan terlalu berharap para chara Twilight muncul di sini.
Langsung deh, cekidot!




Disclaimer: Keterlaluan banget kalo ga tau siapa yang bikin Twilight. Gue gitu loh! *dilempar bakiak*
Rating: so pasti, T
Genre: err... Romance, Adventure, ... Hurt?
Warning: Maybe typo(s), OOC untuk keperluan fic ini (?), dan beberapa fakta yang TIDAK sesuai kenyataan yang ada, serta OC yang mungkin 'agak' Mary Sue. Oh, setting waktu AU -mungkin setelah Breaking Dawn-



MIRACLE 69
by Reisa Flaurenoct

“Kemarilah.”

“Baik.”


Gadis remaja itu berjalan mendekat ke arah pemuda berjas putih yang duduk di kursi sebelah jendela yang terbuka, menampakkan pemandangan taman bunga-bunga berwarna kuning yang bergoyang perlahan tersapu angin. Gadis itu berdiri di depan si pemuda yang menopang dagu di kusen jendela, sambil menatap pemandangan itu. Iris ruby monochrome sang gadis menatap kosong sang pemuda. Ia hanya berdiri diam, menunggu si pemuda berbicara.


“Apa kau tahu, apa guna angin menyapu bunga-bunga itu?” sang pemuda akhirnya bicara. Ia masih menatap hamparan taman bunga itu.


“Untuk membantu penyerbukan bunga.” jawab sang gadis datar.


“Kalau begitu, kenapa angin menyapu bunga-bunga itu?”


“...”


“Apa keuntungan yang didapat oleh angin, jika ia membantu penyerbukan bunga itu?” pemuda itu terus berbicara.


Sang gadis hanya diam. Ia masih menatap si pemuda tanpa ekspresi. Kemudian sang pemuda menatapnya.


“Apa kau tahu?”


“Tidak. Kejadian ini tidak tergolong dalam golongan simbiosis manapun.” [1]


Sang pemuda tersenyum tipis. “Menurutmu, kenapa begitu?”


Sang gadis terdiam sejenak. “Menurut...ku?” pemuda itu menganggukkan kepalanya sambil menyunggingkan senyum tipis.


“...” “...tidak tahu. Kenapa begitu?”


Si pemuda tertawa kecil. “Menurutku, ya?” sang pemuda bangkit dari tempatnya duduk, “Yah, mungkin... karena hubungan angin dan bunga justru tergolong dalam dua simbiosis yang berbeda?”


Gadis itu memiringkan kepalanya, pertanda ia tidak mengerti. Pemuda yang ditatapnya hanya tersenyum.


Pemuda itu lalu memegang lembut telapak tangan kanan si gadis. “Ayo kita lihat lebih dekat.”


------------------------------------------


Mereka melangkah pelan menuju taman bunga itu. Angin mempermainkan rambut mereka berdua, membuat sedikit helaian rambut perak sang gadis menggelitik telinganya, sedangkan beberapa helai rambut hitam eboni si pemuda melayang-layang di atas kepalanya.


Pemuda itu bersenandung pelan sambil berjalan menyeruak hamparan keemasan di sekelilingnya. Ia masih menggenggam tangan si gadis, membawanya ikut ke tengah hamparan bunga itu.


Mereka berdua duduk dengan menjadikan hamparan bunga kuning emas itu sebagai alasnya. Si pemuda menengadahkan kepalanya lalu memejamkan mata, menikmati belaian lembut angin. Sedangkan sang gadis hanya menatap apa yang dilakukan pemuda di sampingnya. Setelah sekian lama mereka dalam keadaan yang sama, akhirnya sang gadis membuka mulutnya.


“Boleh aku bertanya?”


“Hm?” respon singkat dari si pemuda.


“Kenapa angin mau membantu penyerbukan bunga-bunga ini tanpa keuntungan?”


Sang pemuda mengalihkan pandang ke arah gadis itu. Ia terdiam sejenak, sebelum tersenyum geli.


“Tanpa keuntungan?” ia tertawa kecil, “Angin tidak pernah mencari keuntungan dari bantuan yang ia berikan. Tak pernah sekalipun. Karena baginya, membantu makhluk hidup berkembang, sudah merupakan suatu keuntungan baginya.”


Gadis di sebelahnya tidak berbicara. Hanya mendengarkan dalam diam.


“Apa kau tahu,” si pemuda menengadahkan kepalanya ke atas, ”angin adalah makhluk hidup-tapi mati yang umurnya sama tuanya dengan bumi. Ia adalah saksi hidup yang bisu untuk segala hal yang terjadi di masa lalu, sekarang, maupun masa depan. Satu-satunya makhluk yang bebas; benar-benar bebas. Bukan sekedar bebas pergi kemanapun, tapi juga bebas dari lingkaran kehidupan-mangsa dan yang dimangsa. Angin tidak bisa ditebak; sesaat yang lalu ia datang dengan matahari yang cerah dan semilirnya yang lembut, sesaat kemudian ia malah datang dengan awan hitam yang dingin dan sapuan keras yang bisa menghempaskanmu.” Ia berhenti sejenak.


“Apakah angin se-misterius itu?”


Pemuda itu mengerlingkan matanya ke sang gadis.”Kau mempelajari kata baru lagi, ya.” Gadis disampingnya hanya mengangguk.


Ia menepuk pelan kepala si gadis sambil tersenyum kecil. “Ya, angin sangat misterius.” Katanya.


“Kau tidak bisa melihat wujudnya-apalagi merabanya, tapi kau bisa merasakan saat angin ada di sekitarmu.” Ia berhenti sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu. Tapi kemudian malah tertawa.


“Bukankah alat indra kita bisa menipu?”


“Kenapa?” tanya si gadis.


Pemuda di sampingnya menatapnya sambil tersenyum hangat. “Kau meraba suatu benda menggunakan alat peraba; yaitu kulit. Tapi kenapa kita tidak bisa meraba angin? Karena angin tidak berbentuk juga tidak terlihat, jadi kita tidak bisa merabanya. Tapi anehnya, kita bisa merasakan semilir angin yang melewati kulit kita. Kenapa kita tidak bisa meraba angin sedangkan angin bisa meraba kita? Bukankah itu terdengar lucu?”


“Aku... tidak mengerti.” Gadis itu memiringkan kepalanya.


“Yah... kau tidak akan mengerti sekarang. Tapi, suatu saat nanti kau pasti mengerti.”


Sang gadis hanya diam. Tangannya meraih beberapa helai kelopak bunga yang berjatuhan di sekitarnya karena dipermainkan angin.


“Apakah masalah ini sama halnya dengan kau yang tidak pernah tersenyum?” kali ini si pemuda yang bertanya.


“Tidak. Hubungan angin dan bunga, karena aku tidak mengerti. Sedangkan diriku yang tidak pernah tersenyum, karena aku tidak tahu caranya.”


“Tidakkah kau merasa senang ataupun sedih?”


“...” “Apa itu?”


Sang pemuda terdiam. Tercipta keheningan panjang yang terjadi karena si pemuda belum berbicara juga. Tapi kemudian, ia malah tersenyum. Bukan, bukan senyum tipis ataupun senyuman geli yang selalu tersungging di bibir tipisnya. Tapi ini senyuman yang berbeda; senyuman tipis yang sama-


-tapi menyiratkan kesedihan.


Pemuda itu lalu memeluk gadis kecil di sampingnya dengan erat. Menyurukkan kepalanya ke pundak sang gadis, ia diam. Keheningan panjang terjadi lagi, tapi dengan angin yang membelai lembut mereka berdua, juga dengan helai-helai kelopak bunga yang terbang terbawa angin maupun yang jatuh di tubuh mereka berdua. Tidak ada yang bergerak.


“...Setto-sama?” gadis itu memanggilnya pelan.


“Ya, Kirei?”


“Anda kenapa?”


“...tidak kenapa-kenapa.”


“Kalau begitu, kenapa tidak menjawab pertanyaanku?”


Pemuda yang dipanggil Setto itu tidak berbicara lagi. Ia mempererat pelukannya sesaat lalu memundurkan kepalanya, menatap Kirei-gadis stoic itu, walau ia tidak melepas tangannya dari tubuh Kirei.


“Karena hal seperti itu tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Perasaan senang maupun sedih lebih misterius dibandingkan dengan angin, Kirei.” Setto menatap mata Kirei. Merah ruby bertemu biru metallic.


“Kalau begitu, bagaimana agar aku bisa mengerti?” tanya Kirei.


Setto tersenyum. “Kau harus merasakannya sendiri.”


“Caranya?”


“Temukan dan aktifkanlah program ‘Heart’ itu,” Setto mencium kening Kirei sebelum melanjutkan.


Miracle 6: Q-RAY.”

_______________________________________________________________





[1]:Ada 3 kan? Simbiosis Mutualisme, Parasitisme, sama satu lagi gua lupa. Yang 1 makhluk mendapatkan untung sementara yang satunya ga dapet apa-apa. Ga dapet untung maupun rugi itu loh.


(Background music: Kufufu no Fu)


A/N: Well... percakapan tentang angin dan bunga itu sebenarnya di kepala gua ga kayak gitu. Lebih panjang dan belibet. Tapi karena gua jadi bingung sendiri nulisnya, jadi yaa... cuma segitu aja. Itupun muncul sendiri tepat saat gua lagi nulis prolog ini, jadi supaya rada panjang ya gua tulis aja. Tapi kayaknya kok panjang banget untuk sebuah prolog??
Ah sudahlah. -dilempar baskom-

Nyahaha~ Gimana? Terasa aneh? Emang. Kan udah dibilang di atas tadi, di sini chara Twilight ga muncul. Mungkin chapter depan. Ato depannya lagi. Kufufufufu~

Well, sebenarnya OC disini cuma Kirei (Q-RAY) doank lho.... 
So~ apakah kalian tahu siapa 'Setto' disini?? *evil smile*