~* Black Winged Angel *~

Vali dan Narvi

About Me

Foto saya
Seorang cewek yang baru menyadari kalo dirinya adalah seorang Fujoshi tingkat medium,Pecinta doujin Shonen ai & Yaoi (dengan beberapa pengecualian) tapi hanya yang gambarnya bikin...aw~, punya impian memiliki serigala, punya sayap(hiks!),mengendalikan api(HUAA!!pengen BGT!!). Saat ini sedang mencoba membaca doujin Final Fantasy 7...tapi masih menolak versi Hardcore or Lemon. Cih, gara-gara seorang doujinka dengan pen-name KIKI (sialan!) yang telah menularkan dengan gambar Cloudnya yang... ugh, mimisan gue... *nyari tisu*

Berhubung prolognya kepanjangan, jadi gw potong jadi 2 ato 3 bagian. Dan tidak berlama-lama, Inilah dia!


PROLOG


Gawat. Gawat. Gawat. Mereka masih ada di belakangku. Sial! Mereka masih belum menyerah juga. Sebenarnya apa sih mau mereka?!
Aku semakin mempercepat lariku. Sesekali aku hampir tersandung kardus-kardus bekas. Aku baru sadar, ternyata aku berada di pelabuhan. Di antara gudang-gudang tempat penyimpanan. Otot-otot kakiku mulai kram karena dipaksakan berlari. Paru-paruku mulai sakit, dan pandanganku mengabur. Aku sudah tidak kuat berlari lagi. Kurasa sebentar lagi aku ambruk.
Sekali lagi aku menoleh ke belakang. Sial! Aku memaki karena mereka –ah, bukan. Makhluk-makhluk itu- terus mengejarku. Padahal aku yakin sekali, aku tidak punya apa pun yang berpotensi membuatku diincar manusia bertaring­ dan serigala raksasa.
Lolongan panjang yang kasar memecah keheningan. Ugh, terpaksa aku mempercepat lariku. Aku tidak memperdulikan otot-otot kakiku yang berdenyut protes. Well, lebih baik cedera otot daripada jadi makanan makhluk-makhluk itu. Aku melompati salah satu jendela gudang, menjadikan peti besar di bawah jendela sebagai pijakan mendarat. Lalu aku berlari menuju jendela yang lebih rendah di samping kananku, bersembunyi di antara tumpukan peti-peti besar yang berantakan di depannya. Aku berusaha mengatur napasku yang ngos-ngosan sehabis berlari tadi, berusaha tidak menimbulkan suara apapun, sambil berharap mereka menyerah mengejarku.
Rasanya baru beberapa saat lalu aku masih di rumah; menikmati coklat panas buatan Mama, sambil menonton pertandingan bola bersama Dad. Aku tidak percaya hal itu berakhir sangat cepat. Sekarang aku menyesal kaerna memilih pergi sendirian, menolak tawaran Dad untuk menemaniku pergi. Tapi, siapa juga yang menyangka, aku bakal diincar begini? Apalagi keahlian karate dan kecepatan lariku sepertinya tidak membantuku.
Pintu gudang terbanting keras hingga lepas dari engselnya. Aku tersentak kaget, tapi untungnya mulutku tidak mengeluarkan suara apapun. Pelan-pelan aku mengintip siapa yang mendobrak pintu gudang. Jantungku berdetak keras dan cepat, nafasku mulai memburu. Dan aku mati-matian mengatur nafas dan detak jantungku agar tidak mengeluarkan suara apapun. Ternyata makhluk-makhluk itu! Aku hampir berdiri untuk melompati jendela di belakangku kalau tidak ingat seberapa dekat jarakku dengan mereka dan kecepatan lari mereka untuk menangkapku. Terpaksa aku kembali duduk.
Aku menghitung jumlah mereka. Hem... dua serigala besar berjalan sambil mengendus ke arah timur dari tempatku bersembunyi. Sementara dua orang “manusia” dan satu serigala berjalan ke arah barat, dan dua orang lagi berkeliling di tengah gudang. Untung saja gudang ini luas sekali, kalau tidak aku pasti segera ditemukan. Tapi tetap saja, cepat atau lambat aku akan ditemukan jika tak segera keluar dari sini. Tapi bagaimana caranya?! Ugh, sial!
Aku melihat sekeliling, mencari benda apapun yang bisa dipakai untuk mengalihkan perhatian mereka. Saat itulah tatapan mataku tertumbuk pada gumpalan bulu kelabu di atas peti besar yang berada cukup jauh dariku. Kucing!
Aku dapat ide bagus. Entah ini berhasil atau tidak, tapi paling tidak bisa kucoba. Aku mengammbil beberapa buah batu kerikil yang berserakan –untung saja tadi aku tidak menginjaknya- di sekitarku. Aku membidik kucing itu. Yang kuincar bukan kucingnya, tapi peti-peti di sekitarnya. Kulempar batu pertama, dan tepat mengenai peti tempatnya bergelung. Dan seperti dugaanku, kucing malang –untuk malam ini- itu kaget dan berteriak. Aku bisa melihat bulu di tengkuknya berdiri tegak. Suara ribut itu mengecoh mereka. Semuanya berkumpul ke tempat asal suara gaduh itu. Dan aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dengan gesit aku melompati jendela di belakangku, setelah memastikan mereka tidak melihatku. Tanpa membuang waktu, aku melarikan diri, menjauhi tempat itu.

0 Toron toron Kuraudo:

Posting Komentar