~* Black Winged Angel *~

Vali dan Narvi

About Me

Foto saya
Seorang cewek yang baru menyadari kalo dirinya adalah seorang Fujoshi tingkat medium,Pecinta doujin Shonen ai & Yaoi (dengan beberapa pengecualian) tapi hanya yang gambarnya bikin...aw~, punya impian memiliki serigala, punya sayap(hiks!),mengendalikan api(HUAA!!pengen BGT!!). Saat ini sedang mencoba membaca doujin Final Fantasy 7...tapi masih menolak versi Hardcore or Lemon. Cih, gara-gara seorang doujinka dengan pen-name KIKI (sialan!) yang telah menularkan dengan gambar Cloudnya yang... ugh, mimisan gue... *nyari tisu*

Oke. Rasanya udah lama banget ini fic ga ke updet... =____= Yaah...ini akhir dari BAB 1. hahaha....gua bikinnya per-bab sih.
___________________________________________________________________

Aku masuk kembali ke dalam kamar. Kali ini aku mencari barang-barang yang bisa kupakai. Aku mengobrak-abrik lemari, berharap kebiasaan abad lampau belum berubah hingga sekarang. Dan benar saja, aku menemukan pisau belati dan tali. Walau sarung pisaunya berdebu dan beberapa bagiannya berkarat, tapi untung pisaunya masih mulus, tajam, dan berkilau. Talinya juga masih kuat.
Setelah itu aku membongkar isi meja rias, dan menemukan beberapa benda berguna. Aku mengumpulkan semua barang-barang itu ke tempat tidur saat mataku menangkap siluet hitam di atas meja. Tas ranselku! Aku memeriksa isinya, tak ada yang hilang. Isinya masih sama seperti saat aku pergi ke toko. Ini menguntungkan, karena alat-alat perkemahan yang kubeli tadi masih ada.
Tatapanku berpindah ke nampan di samping ranselku. Isinya roti berselai, sebuah apel, 2 buah kue –yang aku tidak tahu apa namanya- dan segelas susu.
Waw. Kebetulan sekali, aku lapar.
Setelah memasukkan barang-barang di tempat tidur ke dalam ranselku, aku langsung menghabiskan makanan itu.
Well, semua beres. Sekarang tinggal mencari pakaian yang cocok. Aku membongkar lagi lemari pakaian, mencari pakaian yang cocok tapi tidak mencolok.
Dengan sedikit pertimbangan, akhirnya aku memutuskan memakai baju yang mungkin adalah jubah berwarna hitam malam selutut. Tapi aku tetap memakai baju dan celana jeansku. Setelah selesai berpakaian, aku menaruh ransel di pundak. Sambil mengikat tali di tiang balkon, aku memantau pekarang di bawah. Aku mengamatinya berulang kali, memastikan tidak ada seorangpun yang melihatku. Setelah yakin keadaan aman, aku mengikatkan ujung tali lain ke pinggangku. Aku berdiri hati-hati di atas pagar balkon sambil membawa lilitan tali tadi. Aku berbalik perlahan menghadap kamar dan merentangkan tangan. Lalu aku terjun.

ÂÂÂ

Ketika aku berhasil menginjakkan kaki ke tanah dengan baik –syukurlah- aku sadar akan keadaan yang aman. Tanpa berpkir lagi, aku langsung berlari menuju jalan setapak itu. Terus berlari. Berlari. Walau kakiku terasa sakit. Aku tidak memperdulikan dahan-dahan yang menghalangi langkahku. Tidak peduli dengan ranting-ranting yang menggores lenganku. Aku terus berlari. Nafasku semakin memburu. Aku tak tahu sampai kapan aku bisa terus berlari. Keinginanku sekarang adalah menjauh dari tempat itu –yang setelah kuperhatikan, ternyata adalah puri, puri terkutuk itu-, walaupun aku harus merangkak sekalipun. Yang jelas, harus ketempat aman yang jauh sekali dari sini.
Sesaat sebelum aku sampai di jalan yang lebih besar, aku melihat sekelebat bayangan di salah satu jendela. Bayangan itu hampir tidak kuperhatikan sampai aku melihat warna lain. Warna kelabu yang mendekati hitam, dan biru. Biru malam yang indah. Warna itu begitu kontras dengan dinding-dindingnya yang berwarna putih gading.
Aku menatap warna itu, mengamatinya. Berusaha mengenali benda apa itu. Tapi ketika sadar aku berhenti berlari, secara spontan aku langsung berbalik dan mulai berlari lagi. Aku tidak memperdulikan warna itu, karena apapun itu, kurasa itu adalah sesuatu yang berbahaya.

 ÂÂÂ

0 Toron toron Kuraudo:

Posting Komentar